Kakatua Galerita Yang Mempesona



KAKAKTUA JAMBUL KUNING (Cacatoa Galerita)
   
Anggota burung paruh bengkok (Parbeng) banyak digemari orang karena mempunyai berbagai keistimewaan, seperti mudah dijinakkan dan akrab dengan manusia, mampu menirukan suara, mempunyai bulu yang indah, mengundang kelucuan, serta relatif mudah untuk berbiak.
Dengan keistimewaannya tersebut menjadikan masyarakat sangat tertarik untuk memelihara dan merawatnya. Oleh karenanya, berbagai seluk-beluk burung ini, seperti morfologi, penangkaran, pakan, serta kesehatannya layak untuk diketahui dan dipahami.
Disebut burung paruh bengkok karena memang bentuk paruhnya bengkok. Berbeda dengan paruh burung pemangsa, seperti elang, rajawali, dan burung hantu yang bersifat perobek, burang paruh bengkok mempunyai paruh yang bersifat masif (padat dan kompak). Paruh bagian atas dan bagian bawah berbentuk bengkok menyerupai alat catut.
Dengan bentuk demikian, paruh ini bersifat penghancur (pemecah) biji-bijian besar dan kecil yang keras sekali pun. Makanan seperti jagung muda, sagu, papaya, pisang dan jeruk. Untuk peliharaan sebaiknya untuk makanan diperhatikan karena burung ini makan rakus dan mudah gemuk. Dalam sehari dikasih makan dua kali pagi hari dan sore.
Burung paruh bengkok ini dapat dibedakan menjadi 3 kelompok berdasarkan bentuk lidah, cara makan, keberadaan bulu di kepala (jambul) yang dapat ditegakkan (ereksi), serta warna bulunya.

Kakatua koki atau kakatua-besarjambul-kuning (Cacatua gallerita)

# Cacatua gallerita 

Ukuran tubuh yang relatif besar dan adanya jambul yang berwarna kuning menjadi ciri khas dari jenis kakatua ini.
Deskripsi dan penyebaran
Ukuran tubuh jenis kakatua ini berkisar 3052 cm. Bulu tubuhnya berwarna putih dengan jambul berwama kuning. Warna kuning juga terdapat di bawah sayap dan ekor. Lingkaran mata berwarna biru pucat atau putih, tergantung ras kakatuanya. Jeritannya sangat keras melengking. Penyebarannya meliputi daerah Kepulauan Maluku dan Papua (mulai dari kepala burung sampai Hutan Aisandami, Hutan Werabur, Hutan Saribi).
Anakjenis
Jenis ini mempunyai 4 ras (anak jenis). Namun, kakatua yang penyebarannya berada di wilayah Indonesia hanya 2 anak jenis, yaitu kakatua koki medium (C. g. eleonoralC. g. aruensis) dan kakatua koki besar (C. g. triton)
1) Kakatua koki medium atau kakatua-mediumjambul-kuning (C. g. eleonoralC. g. aruensis)
Penyebaran kakatua ini meliputi daerah sekitar P. Aru dan P. Kai. Kakatua koki medium sering disebut kakatua jambul kuning ukuran medium atau sedang. Ukuran sayapnya antara 26,129,2 cm dan merupakan ras yang terkecil. Ciri khas lain dari kakatua ini adalah kelopak matanya berwarna biru sangat pucat.

2) Kakatua koki besar atau kakatua-besarjambul-kuning (C.g. triton)
Penyebaran kakatua koki besar meliputi daerah di sekitar P. Papua. Kakatua ini sering disebut kakatua koki besar atau kakatua yakop atau sagu, karena tubuhnya lebih besar dari pada C. g. eleonora. Panjang sayapnya antara 26,134,7 cm. Kelopak matanya berwarna biru muda. Dua anak jenis lain yang terdapat di Australia, yaitu C. g. galerita yang penyebarannya di sekitar Australia dan C.g.fitzroyi yang penyebarannya di sekitar Australia bagian utara.





Di alam, populasi kakatua koki menunjukkan angka yang stabil dan relatif aman, yakni tercatat sekitar 500.000 ekor. Di Indonesia, pengikisan populasi kakatua koki terjadi karena perusakan habitat yang berupa hutan dataran tinggi (sampai sekitar 1.000 m dpl), pembunuhan karena dianggap hama pengganggu tanaman jagung, serta ditangkap secara liar dan semena-mena untuk diperdagangkan sebagai hewan kesayangan.
Sebagai upaya pelestariannya, kakatua koki ditetapkan sebagai burung yang dilindungi sejak tahun 1978 melalui SK Menteri Pertanian No. 742/Kpts/Um/12/1978 dan dipertegas lagi dengan Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 1999. Burung ini, terutama ras ukuran besar (C.g.triton), mempunyai kemampuan untuk menirukan suara-suara di sekelilingnya (burung pelatah) serta mempunyai perilaku yang lucu dan jinak terhadap manusia.



# Kakatua-kecil jambul-kuning (Cacatua sulphurea)


Cacatua sulphuera atau kakatua lasser atau kakatua cempaka (jambul jingga)  hampir sama dengan cacatoa galerita medium (C. g. eleonoralC. g. aruensis), yang membedakan postur tubuh lebih kecil dan warna bulu jambul diatas kepala lebih cerah.
Jenis kakatua ini berasal dari Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur.
Panjang tubuh berkisar antara 3335 cm.
Jenis kakatua ini mempunyai 4 anak jenis (subspesieslras) yang ciri-cirinya dapat dilihat pada Tabel 2.

Keempat anak jenis tersebut adalah sebagai berikut.
1. Kakatua-kecil jambul-kuning (Cacatua sulphurea sulphurea). Ras ini dijumpai di P. Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya, seperti Mina, Butung, Tanah Jampea, Kayuadi, Kaleo, Kalatoa, Madi, dan Kep. Tukangbesi.
2.    Kakatua putih kecil jambul jingga (C. s. titrinocristatd), dijumpai di P. Sumba.
3.    Kakatua kecil abbot (C. s. abboti) yang dijumpai di p. Masalembo dan P. Masakambing.
4.  Kakatua timor (C. s. parvula): dijumpai di Nusa Tenggara, seperti di P. Lombok, Sumbawa, Komodo, Rinca, Padar, Flores, Pantar, Alor, Semau dan Timor.
Di seluruh dunia, burung kakatua jenis ini diperkirakan ada 40.000 ekor, meliputi in situ dan ex situ. Sementara setiap anak jenis raempunyai tingkat kelangkaan yang berbeda. Untuk anak jenis sulphurea populasi terbanyak yang masih dapat bertahan terdapat di P. Buton, yakni 50100 ekor pada sensus tahun 1997.
Anak jenis parvula tersebar di di beberapa pulau di Nusa Tenggara, di antaranya yang mempunyai populasi terbanyak dilaporkan di P. Komodo sebanyak 8590 ekor (sensus 1995) dan di P. Moyo diperkirakan ada 1.600 ekor (sensus 1981).
Anak jenis citrinocristata diperkirakan antara 1.1502.644 ekor (analisa tahun 1995) yang telah mengalami penurunan populasi terparah pada tahun 19861989, yakni mencapai 80%.
Anak jenis yang paling langka, yaitu abboti yang saat ini hanya tersisa 5 ekor saja di P. Masakambing (sensus tahun 1997). Kecenderungan kelangkaan ini terutama disebabkan oleh penangkapan untuk diperdagangkan dan juga karena perasakan liabitat alaminya.
Berdasarkan catatan menunjukkan bahwa perdagangan ekspor jenis kakatua-kecil jambul-kuning mencapai sekitar 100.000 ekor pada tahun 19801992. Sementara di habitat yang beragam mulai dari daerah perkebunan, tepi hutan sampai lautan dengan ketinggian 800 m dpl terus mengalami pingikisan.
Jenis kakatua ini dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Kl No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Salwa Liar.


Jenis kakatua ini berasal dari Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur.
a. Deskripsi
Panjang tubuh berkisar antara 3335 cm.
b. Anak jenis
Jenis kakatua ini mempunyai 4 anak jenis (subspesieslras) yang ciri-cirinya dapat dilihat pada Tabel 2.
Keempat anak jenis tersebut adalah sebagai berikut.
5.    Kakatua-kecil jambul-kuning (Cacatua sulphurea sulphurea). Ras ini dijumpai di P. Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya, seperti Mina, Butung, Tanah Jampea, Kayuadi, Kaleo, Kalatoa, Madi, dan Kep. Tukangbesi.
6.    Kakatua putih kecil jambul jingga (C. s. titrinocristatd), dijumpai di P. Sumba.
7.    Kakatua kecil abbot (C. s. abboti) yang dijumpai di p. Masalembo dan P. Masakambing.
8.    Kakatua timor (C. s. parvula): dijumpai di Nusa Tenggara, seperti di P. Lombok, Sumbawa, Komodo, Rinca, Padar, Flores, Pantar, Alor, Semau dan Timor. 
c. Status populasi
Di seluruh dunia, burung kakatua jenis ini diperkirakan ada 40.000 ekor, meliputi in situ dan ex situ. Sementara setiap anak jenis raempunyai tingkat kelangkaan yang berbeda. Untuk anak jenis sulphurea populasi terbanyak yang masih dapat bertahan terdapat di P. Buton, yakni 50100 ekor pada sensus tahun 1997.
Anak jenis parvula tersebar di di beberapa pulau di Nusa Tenggara, di antaranya yang mempunyai populasi terbanyak dilaporkan di P. Komodo sebanyak 8590 ekor (sensus 1995) dan di P. Moyo diperkirakan ada 1.600 ekor (sensus 1981).
Anak jenis citrinocristata diperkirakan antara 1.1502.644 ekor (analisa tahun 1995) yang telah mengalami penurunan populasi terparah pada tahun 19861989, yakni mencapai 80%.
Anak jenis yang paling langka, yaitu abboti yang saat ini hanya tersisa 5 ekor saja di P. Masakambing (sensus tahun 1997). Kecenderungan kelangkaan ini terutama disebabkan oleh penangkapan untuk diperdagangkan dan juga karena perasakan liabitat alaminya.
Berdasarkan catatan menunjukkan bahwa perdagangan ekspor jenis kakatua-kecil jambul-kuning mencapai sekitar 100.000 ekor pada tahun 19801992. Sementara di habitat yang beragam mulai dari daerah perkebunan, tepi hutan sampai lautan dengan ketinggian 800 m dpl terus mengalami penurunan jumlah populasi.
Umur dari kakatua di dalam peliharaan sampai umur 60-70 tahun, dialam bebas kemungkinan besar bisa hampir kurang lebih 100an tahun umurnya. Sampai saat ini umur pasti dari burung ini belum ada bukti yang lengkap dan nyata.
Cacatoa Citrinocristata_Kakatua Salem




Cacatoa Sulphur Sulphurea

Moluccen



Cacatua Moluccensis Dari Maluku


 Sampai tingkat tertentu, tampaknya burung kakaktua Maluku bergantung pada hutan yang telah dimodifikasi manusia seperti hutan kebun campuran dan hutan damar yang terdapat di dalam Taman Nasional Manusela. Bila larangan penuh terhadap praktik-praktik pertanian tradisional diberlakukan, larangan ini sebenarnya dapat merugikan populasi burung kakaktua tersebut, kata Masatoshi Sasaoka, seorang peneliti pasca-doktoral CIFOR yang telah melakukan penelitian lapangan di sebuah komunitas dataran tinggi di Seram tengah di dekat taman tersebut sejak tahun 2003. 
Kakaktua berjambul salem (Cacatua moluccensis) ini endemik di kepulauan Maluku tengah di bagian timur Indonesia. Populasi liar berjumlah 60.000 ekor burung masih dapat ditemukan di Pulau Seram. Burung kakaktua berjambul mengembang ini, yang gambarnya muncul di logo Taman Manusela, menarik perhatian pengamat burung dari seluruh dunia.
Kebun-kebun hutan ini tersebar sebagian besar di hutan sekunder tua (hutan yang telah tumbuh kembali setelah melewati gangguan besar seperti pertanian) dan dikelola cukup ekstensif oleh penduduk desa. Hutan damar tersebar sebagai gugusan di hutan sekunder dan hutan primer yang sudah tua.
Penduduk Desa & kakaktua moluccens
Burung kakaktua Maluku terdaftar dalam kategori hewan yang paling terancam punah di dunia oleh Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) tampaknya sering menggunakan gugus-gugus hutan yang dimodifikasi oleh manusia ini, ujar Masatoshi Sasaoka, yang telah memusatkan penelitiannya pada hubungan antar manusia dan kakaktua yang terbentuk melalui arborikultur penduduk asli di Seram tengah sejak 2010 dengan rekan peneliti Yves Laumonier dan Ken Sugimura.
Meskipun penelitiannya masih menunggu perbandingan antara jumlah relatif burung kakaktua di setiap jenis hutan, dari 78 lokasi burung kakaktua yang diidentifikasi penduduk setempat (lokasi yang disebut penduduk desa sebagai tempat di mana burung kakaktua Maluku sering dan biasa terlihat atau terdengar), 67 lokasi terletak di kebun hutan yang dimodifikasi manusia. Lebih dari seperempatnya terletak dalam taman nasional.
Bila hutan-hutan yang dimodifikasi manusia merupakan habitat penting bagi burung kakaktua Maluku, ada kemungkinan bahwa langkah pengelola taman nasional yang sekarang untuk melarang secara ketat campur tangan manusia melalui pertanian di dalam taman tidak tepat untuk mendorong konservasi tanpa mengganggu penghidupan penduduk setempat yang hidup di wilayah hutan yang terpencil, ujar Sasaoka sebelum World Conservation Congress yang akan diselenggarakan di Korea Selatan, di mana para pejabat teras lingkungan dan pembangunan akan mendiskusikan berbagai cara untuk melindungi, mengelola dan menata alam, termasuk ditetapkannya daerah-daerah yang dilindungi.
Burung cacatoa moluccensis mempunyai paruh yang bengkok dan kuat (keras) mampu memecahkan tempurung kelapa. Bentuk kaki juga mempunyai susunan jari kaki yang bersilangan. Susunan jari kaki yaitu dua mengarah ke depan dan dua jari mengarah ke belakang. Dengan susunan jari yang silang maka burung ini bias memegang atau menggegam dan memanjat pohon. Bentuk lidahnya hamper menyerupai kubus, bersifat lentur sehingga lidahnya dapat meraba-raba makanan yang sedang dimakan.
Penyebaran burung Cacatoa Moluccensis meliputi daerah Maluku bagian selatan di Pulau Seram, Saparua dan Pulau Haruku. Umur burung ini di alam bebas hidup sampai 0 60 tahun dengan hidup berkelompok.
Meskipun berbagai kegiatan pertanian yang berlangsung dalam taman nasional tersebut selama ini dianggap sebagai ancaman potensial terhadap keanekaragaman hayati dan telah dilarang oleh otoritas pengelola taman nasional Indonesia, sekitar 1.500 penduduk desa yang tinggal di daerah pegunungan di sekeliling taman nasional telah lama merawat kebun hutan, yang kaya dengan pohon buah-buahan seperti durian, nangka dan jambu air, dan hutan damar (Agathis damara), yang digunakan untuk produksi resin yang berkelanjutan untuk bahan bakar.
Kebun-kebun hutan ini tersebar sebagian besar di hutan sekunder tua (hutan yang telah tumbuh kembali setelah melewati gangguan besar seperti pertanian) dan dikelola cukup ekstensif oleh penduduk desa. Hutan damar tersebar sebagai gugusan di hutan sekunder dan hutan primer yang sudah tua.

Mungkin diperlukan kajian untuk melihat apakah tepat untuk menerapkan model konservasi berbasis zona konvensional yang secara ketat memisahkan wilayah sumber daya yang digunakan manusia dan habitat hewan liar dengan dasar data kuantitatif yang lebih objektif."

Red. Cacktoo Crested Moluccensis